Di Antara Dua Bidadari: Kisah Persahabatan yang Abadi

Posted on

Di Antara Dua Bidadari: Kisah Persahabatan yang Abadi

Pengalaman ini terjadi ketika saya baru saja lulus SMA dan sedang persiapan mendaftarkan diri ke perguruan tinggi. Saya termasuk pria yang bertampang lumayan, cukup pintar, dan berperawakan sedang. Panggil saja saya, Roni. Selama di SMA, saya mempunyai kelompok teman yang selalu bermain bersama. 4 anak laki-laki dan 7 anak perempuan.

Sebagian besar teman-teman saya melanjutkan ke perguruan tinggi di luar negeri karena memang sekolah saya termasuk sekolah elite di kota J yang menghasilkan siswa-siswi dengan hasil lulusan yang cukup baik. Karena saya berasal dari keluarga ekonomi menengah, pilihan sekolah ke LN menjadi tidak mungkin.

Dari kelompok kami hanya tersisa 3 teman perempuan dan saya. Kami bingung mau melanjutkan ke mana, tetapi akhirnya kami memutuskan untuk ke kota B yang mempunyai beberapa universitas swasta dan negeri yang cukup terkenal. Saya, Salma, Dita, dan Sita memutuskan untuk mendaftar bersama ke kota B.

Di sinilah petualangan kami dimulai. Kami berkumpul bersama di rumah Sita dan orang tuanya meminjamkan mobil mereka untuk kami pakai. Kami memang sering pergi berkelompok dengan meminjam mobil orang tua dan kadang sampai menginap beberapa hari di luar kota. Jadi pada saat kami pergi, orang tua teman-temanku tanpa curiga mengijinkan putri-putri mereka berangkat ke kota B dan menginap tiga malam di sana. Sekalian liburan kata kami.

Perjalanan ke kota B berjalan lancar dan kami menghadapi ujian masuk dengan kepercayaan tinggi. Maklum, kami semua termasuk berotak encer. Sore hari kami setelah selesai ujian masuk, kami segera mencari penginapan yang terkenal dengan daerah sejuknya di sekitar kota B. Kami menyelesaikan administrasi dan segera masuk ke kamar. “Wah! Ternyata kamarnya besar juga yah! Ada ruang tamunya lagi,” kataku. “Roni, kamu tidur di sofa aja yah!

Kita berdua ambil ranjangnya!” sahut Dita. “Yah… Curang… kan baru kali ini saya menginap bareng perempuan dalam satu kamar! Siapa tahu….” komplainku. “Maunya..” kata Sita sambil mendorong diriku ke arah sofa. Kami semua menjatuhkan pant*t di sofa sambil melepas lelah. Setelah berbincang selama setengah jam mengenai soal-soal Ujian masuk tadi siang, kami pun bergantian mandi menyegarkan badan.

Kami pun memesan makan malam dari room service karena kami terlalu lelah untuk keluar mencari makan. Salma akan menyusul besok pagi dan ketemuan di kota B. Dia sudah menghadapi ujian masuk seminggu lalu. Pilihan universitasnya berbeda. Oh iya, saya belum menjelaskan penampilan teman-teman saya.

Salma : Gadis ini pemalu dengan badan kecil yang sangat indah. Saya tahu ini karena Salma sangat suka memakai baju yang menunjukkan lekuk badannya. Dad*nya berukuran sedang saja, 34B (saya tahu setelah melihat **- nya dan ** yang lain nanti). Kecil-kecil imut merupakan kesan yang dibeSalmannya. Senyumnya manis sekali.

Dita: Gadis ini juga berbadan kecil tetapi dengan dad* yang terlihat jauh lebih besar daripada milik Salma. 34C ukuran **nya. Mulutnya kecil dengan bibir tipis yang membeSalman senyum menggoda. Hampir semua anak laki-laki di sekolahku mengejar dia. Manis dengan dad* besar. Siapa yang tidak tertarik?

Sita: Gadis bertubuh jangkung yang senang memakai kaos longgar dan berjiwa bebas. Asyik diajak bertukar pikiran, pintar, dan sedikit tomboi. Senang sekali olahraga dan sangat jago bermain volley. Paling enak jadi lawan mainnya di lapangan. Posisiku sebagai tosser sering membuatku berada di depan net dan berhadapan muka dengan Sita. Posisi siap menerima bola dan kaos longgarnya sering mengganggu konsentrasiku di lapangan.

Sita : “Mau ngapain nih? Baru jam 6 sore kita dah selesai makan malam.”
Dita : “Kita main kartu aja yuk”
Roni : “Memangnya bawa?”
Dita : “Bbawa kok. Salma, ayo dikeluarin. Kita main poker aja.

Pakai uang bohongan aja. Biar seru ada taruhannya.” Kami pun bermain selama satu jam ketika Dita menyeletuk. Dita : “Tidak seru nih.. bosan.. gimana kalau dibuat lebih seru?”
Roni : “Maksud kamu, Dit?”
Dita : “Strip poker !!”

“Gila kamu, Dit!”
Dita : “Kaga berani?” Saya lagi terpatung dengan keberanian ide Dita.
Sita : “Siapa takut? Berani kok walau ada Roni!”
Pipi saya jadi memerah dan berasa panas. Ada rasa malu juga. Glek.. saya menelan ludah.. Ada kemungkinan dua gadis muda cantik akan tel*nj*ng di depanku.

Dita : “Berani tidak, Bud? Diam aja. Malu yah tel*nj*ng di depan cewek-cewek?’
Wah, otakku langsung berputar cepat. Harus memikirkan semua kemungkinan. Jangan sampai saya kalah dan tidak melihat gadis-gadis tel*nj*ng.

Roni : “Berani dong! Tapi nanti kalian curang, kaga berani buka beneran!”
Dita : “Kalo ada yang kaga berani buka, kita semua yang paksa buka! Setuju tidak?”
Kita semua menganggukkan kepala menandakan persetujuan.

Jantungku makin berdebar kencang dan kel*minku mulai mengeras karena kemungkinan kejadian di depan mata.
Roni : “Ya dah.. Aturannya gimana nih Dit?”
Dita : “Kita semua punya modal 1000. Taruhannya setiap kelipatan 10 dan paling besar 100. Kalau modal 1000 habis, gadaikan pakaian dengan harga 500. Setuju?”
Kami semua setuju.

Roni : “Kita main sampai kapan? Sampai satu orang b*gil atau sampai semua b*gil?”
Dita : “Sampai semua b*gil dong! Biar adil!!”
Sita: “Ok deh. Tapi kasihan Roni dong. Dia kan paling cuma punya 3 potong baju. maksudnya cuma kaos, celana dan cel*na dal*m. Kita cewek-cewek kan kelebihan **.”
Dita : “Iya yah… ya udah biar adil, kita semua lepas ** deh.”

Dita langsung dengan cekatan melepas ** merah mudanya tanpa melepaskan kaos dan melemparkan **nya ke mukaku. Harumnya ** langsung memenuhi hidungku. Tanpa kusadari ** kedua pun mendarat di mukaku. Ini milik Sita. ** dengan warna cream kulit. Hahahahaha… kamipun tertawa bersama.

Dita : “Ayo mulai! Sudah adil kan, Bud?,,, Kita masing-masing cuma punya 3 modal.”
Roni : “Sebentar.. pakaian yang sudah ditanggalkan bisa dipakai lagi ga?”
Dita : “Hmm… TIDAK BOLEH! Yang sudah lepas, tidak boleh dipakai lagi!”
Roni : “Kalau yang sudah b*gil kalah lagi gimana? Kan modalnya habis!!”

Dita : “Banyak nanya yah kamu, Bud! Gimana Jen?”
Sita : “Boleh dipegang-pegang deh sama yang menang. Dipegang-pegang selama 1 menit!”
Wah asyik nih peraturannya… tetapi otakku sudah mulai pindah ke kel*min nih.. “Pegang doang kaga seru ah, gimana kalo dad*nya dih*sap-h*sap!”

Dita : “Ih kamu, Bud…. Mau dong!!”
Dengan suara manisnya sambil melirik nakal ke arahku!” Sita dan Dita tertawa terbahak-bahak.
Dita : “Tapi kalau kamu yang sudah b*gil dan kalah gimana, Bud? Saya his*p tit*tnya yah!!”
Sita : “Wah saya juga mau his*p tit*t Roni!”

Benar-benar tidak disangka! 3 tahun bersama di SMA, saya tidak menyangka teman-temanku ini nakal juga. Permainan pun dimulai. Keahlianku bermain strip poker di komputer ternyata sangat bermanfaat. Sita segera kehilangan modal awal sehingga harus menggadaikan modal berikutnya.

Sita hendak membuka celananya, tetapi dicegah oleh Dita.
Dita :”Wah kaga boleh sendiri yang nentuin buka celana. Roni, mau suruh Sita buka apa?”
Wow, thanks Dita! Aku teringat kalau mereka sudah lepas **, tentunya dengan melepas kaos, dad* Sita akan terbuka.
Roni : “Tentu saja kaos dong. Kapan lagi bisa lihat pay*dara dari dekat!”

Sita dengan malu-malu mulai melepas kaosnya dan dengan segera menutupi put*ng pay*daranya dengan satu tangan. Saya terkesima dengan pandangan indah di depan mata. Animasi strip poker di permainan komputer tidak seindah pemandangan di depan mata.

Dita : “Jen.. mana boleh ditutupin dad*nya. Buka dong!” Dita menggaet tangan penutup pay*dara dengan segera.
Sita sedikit memberontak sambil memerah wajahnya. Sita tertarik tangannya, memperlihatkan pay*dara terbuka dan menggantung indah di depan wajahku. Glek.. saya menelan ludah.

Sita : “Bud, tutup mulut dong.. Masa sampai menganga terbuka gitu melihat dad* gue.”
Sita dan Dita tertawa. Ini membuat Sita jadi relaks dan pasrah dad*nya terpampang jelas. Wah kalo mereka serius kayak gini, mendingan saya kalah saja. Mengingat kalau kalah terus, tit*tku akan dih*sap selama 1 menit setiap kekalahan. Hahahaha.. otakku kotor juga. Maka dilanjutkanlah permainan.

Dengan segera saya menjadikan diri tel*nj*ng. Cel*na dal*m saya buka perlahan-lahan memperlihatkan tit*t yang sudah mengeras sejak tadi. Saat itu, Dita, dengan pay*dara montoknya pun tinggal cel*na dal*m saja. Kedua gadis ini memperhatikan cel*na dal*mku dengan seksama sambil menahan napas menunggu tit*tku seluruhnya terlihat.

Dita : “Wah sudah keras yah, Bud! Bagus lho bentuknya!”
Roni : “Gimana tidak keras… ngelihat dua pasang pay*dara yang bagus-bagus!”
Rupa-rupanya Dita sudah tidak tahan lagi. Aku langsung ditabraknya dan tit*tku langsung dipegangnya. Dengan gemas Dita mulai meng*c*k tit*tku sambil sesekali dij*latnya.

Tentu saja saya tidak tinggal diam. Tanganku mulai mer*mas-r*mas pay*dara Dita yang cukup besar. Tidak cukup dengan r*masan, akhirnya aku meraup pay*dara kiri dan mulai mengh*sapnya.
“Ahh.. Enak banget, Bud! Terus his*p..” Sambil mengh*sap pay*dara Dita, tanganku mulai melepaskan cel*na dal*mnya.

Karena saya tidak mau melepaskan his*pan, tentu saja melepaskan cel*na dal*m jadi lebih sulit. Dita membantu dengan melepaskan cel*na dal*mnya sendiri. Tit*tku yang menjadi lepas dari pegangan Dita, langsung disambut Sita dengan kul*mannya. Mimpi apa semalam. Dua gadis sudah meng*lum tit*tku.

Kami pun pindah ke ranjang. Saya berbaring di ranjang dengan tit*t menjulang langit. Dita melanjutkan membeSalman pay*daranya untuk saya his*p dan Sita kembali meng*lum tit*tku. Tangan saya mulai berg*rilya ke vag*na Dita. Basah. Licin. Saya pun mulai menggesekkan jari ke clit*risnya. Licin sekali.

Dita pun mend*sah dengan kenikmatan yang dialaminya di bawah. Sita yang melihat Dita mengalami kenikmatan, mengubah posisi pant*tnya ke sebelah mukaku. Badan jenjangnya memang membuat posisi hampir ** tersebut sangat mudah terjadi. Tanganku pun menggosok vag*na Sita yang juga sudah sangat basah.

Tangan kiri di vag*na Sita, tangan kanan di vag*na Dita. Kuk*c*k keduanya dengan kelembutan yang lama-lama bertambah cepat. Sita dan Dita blings*tan dibuatnya. Sita berguncang hebat sampai melepaskan his*pan di tit*tku dan mengeluarkan lenguhan panjang yang sangat s*ksi.

Dita menyusul dengan teriakan yang tidak kalah s*ksinya. Keduanya terjatuh di kiri kananku dengan lemasnya. Aku yang sudah tegangan tinggi tidak mau tinggal diam. Aku menghampiri Dita dan membuka lebar-lebar sel*ngk*ngannya. Terlihat vag*na bersih yang sangat indah. Bulu- bulu halusnya sangat s*ksi.

Aku mulai menggesekkan kepala tit*tku ke vag*na Dita. Ah….. licin dan enak. Belum pernah aku merasakan kenikmatan seperti ini. Dita yang mulai merasakan kenikmatan, mulai bereaksi dengan menggerak-gerakkan pinggulnya mengikuti irama gesekan.

Dita semakin meracau…”Oohhh… aahhh… ohh..my… God…..Enak banget Bud” “Terus Bud… Enak… ahhh… aahhHHH….AAAHHHHHH…Gila.. enak banget Tit*t lu Bud!! Gue dah sampe nih” “Baru digesek aja dah enak gini yah, Bud… gimana kalo dimasukin yah? Masukin deh Bud..”

“Serius lu, Dit? Lu mau gue per*wanin? Gue sih dah n*fsu banget nih.”
“Iya, Bud… Gue pengen ngerasain tit*t lu di dalam gue… di luar aja dah enak, apalagi di dalam.”
Aku tidak pikir panjang lagi.. langsung berusaha merangsek ke dalam vag*na Dita.

“Oww.. pelan-pelan Bud.. Sakit tahu!!”
“Ok, Dit.. gue pelan-pelan nih” Pelan-pelan kepala tit*t gue mulai terbenam di vag*na Dita. Terasa mentok. Aku yang tidak pengalaman berpikir kok tidak dalam yah?

“Dit, udah masuk belom sih?” Dita yang mulai meringis menahan sakit,
“Kayaknya sih belom deh… tapi terusin aja.”
“Lu yakin, Dit? Kayaknya lu kesakitan gitu.”

“Terus aja, Bud. Gue pokoknya mau tit*t lu di dalam gue.”
“Ya udah kalo gitu.. Gue terusin nih..”
Dengan tiga sodokan keras yang disertai rint*han Dita, akhirnya tit*tku masuk juga sepenuhnya.

“Wah.. Dita… kayaknya tit*t gue dah masuk semua nih”
“Iya.. Bud…” sambil menahan sakit “diam dulu, Bud.. jangan digerakin dulu..gue masih rada sakit..”
Ahh.. nikmatnya vag*na per*wan.. tit*tku berasa banget dir*mas-r*mas oleh vag*na sempit Dita.

Tanpa kusadari, aku mulai menggerakkan pelan- pelan pant*tku. Keluar masuk secara perlahan. Dita pun mulai bernafas secara teratur dan mulai menikmati koc*kan lembut di vag*nanya.
“Pelan-pelan yah Bud… masih sakit tapi dah mulai enak nih… vag*na gue berasa penuh banget diisi tit*t lu”

Sita yang dari tadi menonton menunjukkan ekspresi tidak percaya.
“Gila lu berdua.. beneran ng*nt*t yah?”
Sita pun mendekati TKP dan memperhatikan dengan seksama. “Gila.. gila.. tit*t lu beneran masuk ke vag*nanya Dita, Bud!”

“Iya Jen.. Enak banget vag*na Dita.. gue bisa ketagihan ng*nt*t nih.”
Tiba-tiba ada keinginan yang luar biasa untuk segera sampai.. kupercepat goyanganku. Dita pun semakin mend*sah mengg*la.

“Ahhh… Ohhh…Ahhh…Ohhh…Bud.. gue mau sampe lagi nih”
“Barengan Dit.. gue juga mau sampe..”
Di kepalaku tidak teringat lagi pelajaran Biologi, kalau sp*rma ketemu s*l telur akan menghasilkan zyg*t yang akan berkembang menjadi bayi.

“Ayo.. Bud… kita bbaaareeennggg….” Croootttt…croottt.. croottt…Tiga kali aku menyemprotkan m*ni ke r*him Dita.
Ahh… ini perasaan yang luar biasa… ken*kmatan berh*bungan b*dan dengan seorang gadis muda yang cantik. Beda banget sama mast*rbasi. Hubungan langsung lebih nikmat. Aku langsung terjatuh lemas di sebelah Dita. Sita yang melihat pertunjukkan langsung bagaimana berreproduksi mulai mendekati tit*tku lagi dan mengh*sapnya dengan lembut.

Nafasku yang tersengal-sengal perlahan-lahan menjadi teratur seraya menikmati his*pan- his*pan Sita. Dik*c*knya perlahan tapi pasti membuat tit*tku menjadi tegang kembali.
“Bud, jangan dimasukin yah. Ini pengen gue gesek-gesek ke vag*na.”
“Iya, Jen.” Sita pun mengambil posisi *** dan mulai menggesek-gesek vag*nanya di atas tit*tku.
“Enak banget, Jen”

Goyangan lembut Sita membuat pay*daranya bergoyang-goyang secara anggun. Pemandangan yang sangat indah. Sita merupakan salah satu wanita impianku. Tinggi, berd*da m*ntok, atletis, senang bercanda, dan baik hati. Sekarang dia sedang menggesekkan kel*minnya dengan kel*minku. Ah.. kepengen masukin d.

Segera kubalikkan posisi sehingga aku sekarang di atas. Kakinya kubuka lebar-lebar. Terlihat vag*na yang sangat indah. Bahkan lebih indah daripada punya Dita. Mulus, hampir tanpa bulu. Warnanya pink dan telah basah mengkilap. Tit*tku langsung berkedut-kedut melihatnya.

Kuarahkan tit*tku ke vag*nanya.
“Bud, jangan dimasukkin yah!”
“Kenapa Jen? Sudah tidak tahan nih”
“Jangan Bud… jangan sekarang.” suaranya lembut meluluhkan hati.

Entah kenapa aku berhenti memaksakan kepala tit*tku. Akhirnya aku hanya menggesek-gesekkan kepala tit*tku di muka vag*na Sita.
“Ah… iya Bud.. Begitu saja… gesek saja terus… Ahh… Ahhh” Sita mulai lebih relaks dan lebih melebarkan posisi kakinya.

Melihat itu, aku semakin cepat menggesekkan tit*t. Semakin cepat gesekan, semakin keras desahan Sita.
“OOhhhh… AHhhhh..enak Bud… Teruss.. Terusss.. Lebih cepat lagi… Tee..teeeruussss…. AHHHHHH.” Sita mendapatkan org*smenya dan cukup banyak cairan O-nya yang keluar. Kasur menjadi basah sekali.

Aku melihat Sita mengalami org*sme yang sangat s*ksi sampai aku terdiam terkesima. Sita cantik sekali…Aku benar-benar terpesona.. Sepertinya aku jatuh cinta dengan Sita. Dita yang telah cukup beristirahat dan melihat Sita telah lemas mengambil alih situasi. Dipegangnya tit*tku dan dik*c*knya perlahan.

Tit*tku yang masih belum puas dengan Sita membuat otakku segera beralih ke Dita dan menyuruhku untuk melampiaskannya ke Dita. Lagi pula tit*tku bisa coblos ke dalam Dita. Dengan segera kubalikkan Dita dan kucoba D*gg* st*le di sebelah Sita yang masih terbaring lemas. Ternyata D*ggy st*le membeSalman sensasi yang berbeda. Rasanya tidak bisa dituliskan dengan kata-kata.. Hanya nikmat..

Walaupun Dita yang sedang aku s*dok, tatapanku tidak lepas dari Sita. Sita membuka matanya dan menatapku dengan penuh kemesraan. Senyumnya yang manis membuat hatiku bingung. Di sini aku sedang jatuh cinta dengan Sita, tetapi tit*tku sedang menikmati pelayanan Dita, dan Sita tersenyum kepadaku. Ah bingung….. Aku pun tersenyum balik ke Sita sambil semakin keras meny*dok Dita.

Sod*kan kerasku yang terus bertubi-tubi dari belakang membuat Dita tidak dapat menahan diri lagi dan dia mendapatkan org*sme lagi. Aku memperlambat sod*kanku agar Dita bisa menikmati org*smenya. Sita bangun dan membeSalman pay*daranya ke mukaku. “H*sap Bud! Biar lu tambah seru!”

Ah.. nikmatnya t*t*k Sita.. Kenyal tetapi kencang. Tentu saja akibat t*t*k Sita yang nikmat, goyanganku ke Dita semakin bertambah cepat.
“Gila lu Bud, enak banget sih di*nt*t dari belakang sama lu… gue.. mauuuuu… Ahhhhh…” Dita pun org*sme lagi. Aku pun tidak tahan nikmatnya mengh*sap t*t*k Sita sambil d*ggy ke Dita dan akhirnya.. croott…croott… dua kali aku semburkan sp*rmaku.

“Bud enak banget disemprot elu… Rasanya nikmat.. kayak mandi air hangat.. tapi ini rasanya di dalam.’ Posisi kami belum berubah.. aku masih menancapkan tit*t ke dalam vag*na Dita sambil terus menyemprotkan sisa-sisa sp*rma dan mulutku terus meng*lum, mengh*sap dan mengg*git-g*git pay*dara Sita.

“Enak yah Bud, isap t*t*k gue dan ng*nt*t-in Dita”
“Iya Jen! Cuma impian bisa thr**some kayak gini tapi gue bisa ngerasain kejadian benernya.”
“Udah dong Bud, cabut t*t*t lu. Pegel nih nungg*ng melulu” timpal Dita.

Kucabut tit*tku tetapi pandanganku terus menatap mata Sita. Kelihatannya aku benar-benar jatuh cinta. Malam itu kami tidur bertiga dalam keadaan b*gil. Sita di kananku, Dita di kiriku.