Di Antara Gelak Tawa dan Rayuan Menantu yang Tak Pernah Usai

Posted on

Di Antara Gelak Tawa dan Rayuan Menantu yang Tak Pernah Usai

Kisah ini berawal dari godaan menantu Hermawan yang selalu meggoda untuk berhubungan s*x dengannya. Singkat cerita karena Pak hermawan sudah lama ditinggal mati oleh istrinya, akhirnya dia tidak tahan juga dengan godaan rika. Dan terjadilah persel*ngk*han antara Bapak mertua dan menantu perempuan.

Perkenalkan namaku Hermawan, aku adalah adalah seorang duda, yang ditinggal mati oleh istriku. Disini aku akan menceritakan pengalaman kisah s*x yang sebenarnya tidak pantas aku lakukan dan akau ceritakan. langsung saja ke cerita s*x skandalku dengan menantuku.

Kisah ini bermula Pada saat aku sedang berdiri di depan pintu rumahku. Rika menantuku ketika itu, dengan tiba-tiba mendekatkan kepalanya ke arahku dan membisikan sesuatu kepadaku,
“ Jika Ayah menginginkanku, aku bersedia ” ucapnya tiba-tiba.

Kemudian Rika-pun memberiku sebuah kecupan kecil di pipiu, lalu berjalan menyusul suami dan anak-nya yang sudah lebih dulu menuju ke mobil. Ketika itu Andi anak laki-lakiku meletakan anaknya yang bayi di dudukan di kursi bayi yang ada di mobil Andi.

Seperti biasanya, Andi anakku terlalu jauh untuk mendengar apa yang telah dikatakan istrinya tersayang terhadap Ayah-nya. Setelah menggodaku Rika berjalan melenggang di jalan kecil depan rumah dengan riangnya bagai seorang gadis remaja yang menggoda lelaki.

Anaku Andi tidak pernah mengetahui perbuatan istrinya yang selalu menggodaku. Mungkin kalian mengira aku terlalu mengada-ada soal ini, tapi kenyataannya apa yang Rika lakukan ini tidak hanya sekali ini saja. Sejak aku tak terlalu terkejut lagi, aku merasa ada sesuatu yang hilang jika dia tidak melakukannya saat berkunjung ke rumahku.

Aku merasa ada getaran pada Torp*doku, dan sebagai seorang lelaki yang masih normal, pikiran itu selalu hadir di benakku. Rika adalah seorang wanita yang bertubuh mungil, tapi meskipun begitu ukuran tubuhnya tersebut tak mampu menutupi daya tarik s*ksu*lnya.

Sosoknya terlihat tepat dalam ukurannya sendiri. Dia mempunyai rambut hitam pekat yang dipotong sebahu, dia sering mengikatnya dengan bandana. Dia memiliki energi dan keuletan yang sepengetahuanku tak dimiliki orang lain. Sebuah keindahan nan elok kalau ingin mendiskripsikannya.

Dia selalu sibuk, selalu terlihat seakan dikejar waktu tapi tetap selalu terlihat m*nis. Dia masuk dalam kehidupan keluarga kami sejak dua tahun lalu, tapi dengan cepat sudah terlihat sebagai anggota keluarga kami sekian lamanya. Andi bertemu dengannya saat masih kuliah di tahun pertama.

Rika baru saja lulu SMA, mendaftar di kampus yang sama dan ikut kegiatan orientasi mahasiswa baru. Kebetulan Andi yang bertugas sebagai pengawas dalam kelompoknya Rika. Seperti yang sering mereka bilang, cinta pada pandangan pertama. Mereka menikah di usia yang terbilang muda, Andi 22 tahun dan Rika 18 tahun.

Setahun kemudian bayi pertama mereka lahir. Aku ingat waktu itu kebahagian terasa sangat menyelimuti keluarga kami. Suasana saat itu semakin membuat kami dekat. Rika mempunyai selera humor yang sangat bagus, selalu tersenyum riang, dan juga menyukai bola.

Dia sering terlihat bercanda dengan Andi, mereka benar-benar pasangan serasi. Dia selalu memberi semangat pada Andi yang memang memerlukan hal itu. Andi dan Rika sering berkunjung kemari, membawa serta bayi meraka. Mereka telah mengontrak rumah sendiri, meskipun tak terlalu besar.

Aku berfikir mereka merasa kalau aku membutuhkan seorang teman. Memang sih aku sangat membutuhkan karena aku seorang lelaki tua yang akan merasa kesepian jika mereka tak sering berkunjung. Disamping itu, aku memang sendirian di rumah tuaku yang besar, dan aku yakin mereka suka bila berada disini, dibandingkan rumah kontrakannya yang sempit.

Ibunya Andi telah meninggal karena kanker sebelum Rika masuk dalam kehidupan kami. Sebenarnya, tanpa mereka, aku benar-benar akan jadi orang tua yang kesepian. Aku masih sangat merindukan isteriku, dan bila aku terlalu meratapi itu, aku pikir, kesepian itu akan memakanku.

Tapi pekerjaanku di perkebunan serta kunjungan mereka, telah menyibukkanku. Terlalu sibuk untuk sekedar patah hati, dan terlalu sibuk untuk mencari wanita untuk mengisi sisa hidupku lagi. Aku tak terlalu memusingkan kerinduanku pada sosok wanita. Tak terlalu.

Bayi mereka lahir, dan menjadi penerus keturunan keluarga kami. Kami sangat menyayanginya. Dan kehidupan terus berjalan, Andi melanjutkan pendidikannya untuk gelar MBA, dan Rika bekerja sebagai Teller di sebuah Bank swasta.
Kunjungan mereka padaku tak berubah sedikitpun.

Namun saat ini bedanya sekarang mereka sering membawa beberapa bingkisan juga. Tentu saja, diasamping itu juga perlengkapan bayi, beberapa popok, mainan dan makanan bayi. Beberapa bulan lalu Rika dan bayi mereka datang saat Andi masih di kelasnya. Dia duduk disana menggendong bayinya di lengannya.

Dia sedang berusaha untuk menidurkan bayinya. Aku tak tahu caranya, tapi pemandangan itu entah bagaimana telah menggelitik kehidupan s*ksu*lku.
“ Ngomong-omong… kapan Ayah akan segera menikah lagi ? ”, dia bertanya dengan getaran pada suaranya.

“ Aku tak tahu. Aku kelihatannya belum terlalu membutuhkan kehadiran seorang wanita dalam hidupku. Lagipula, aku telah memiliki kalian yang menem*niku.”,
“ Aku tidak bicara tentang teman. Aku sedang bicara soal s*ks.”, matanya mengedip kearahku saat dia bicara.

“ Apa? ”,
“ Ayah tahu, s*ks.”, dia hampir saja tertawa sekarang.
“ Ketika seorang lelaki dan wanita sudah tel*nj*ng dan memainkan bagiannya masin-masing ? ”,

“ Ya, aku tahu s*ks,”, aku membela diri. “ Lagipula kamu pikir darimana suamimu berasal ? ”,
“ Yah, aku hanya khawatir kalau Ayah sudah melupakannya. Maksudku, apa Ayah tak merindukan hal itu ? ”,
“ Terima kasih atas perhatianmu, tapi aku sudah terlalu tua untuk hal seperti itu.”,

“ Hei! Lelaki tak pernah bosan dengan hal itu. Setidaknya begitulah dengan putramu.”,
“ Anakku jauh lebih muda dariku, dan dia mempunyai seorang istri yang cantik.”,
“ Terima kasih, tapi aku masih tetap menganggap Ayah membutuhkannya,”, dia menekankan suaranya pada kata Ayah’.
“ Terima kasih sudah ngobrol ”, kataku, masih terdengar sengit.

Ada sedikit jeda pada perbincangan itu, saat dia masih menekan kehidupan s*ksu*lku. Aku pikir bukanlah urusannya untuk mencampuri hal itu meskipun kadang aku membayangkannya juga. Dia pandang bayinya, yang akhirnya tertidur, dan memberinya sebuah senyuman rahasia, sepertinya mereka berdua akan berbagi sebuah rahasia besar. Masih memandangnya, tapi dia berbicara padaku,

“ Kalau Ayah mau… aku nggak menolak.”,
“ Apa!!! ? ”,
“ Aku serius.”, Rika menatapku.

“ Kalau Ayah menginginkan aku… Ayah adalah seorang lelaki yang tampan. Ayah membutuhkan s*ks. Disamping itu, aku bersedia, kan ? ”,
Aku pikir dia sedang bercanda. Tapi wanita yang menggoda ini tidak sedang main-main. Tapi tetap saja tak mungkin aku melakukannya dengan istri dari anak kandungku sendiri.

“ Terima kasih atas tawarannya, tapi kupikir aku akan menolak tawaranmu.”, suaraku terdengar penuh dengan keraguan saat mengucapkannya.
Rika mencibirkan bibir bawahnya, aku tak bisa menduga apa yang sedang dirasakannya. Dia tetap terlihat menawan, dan aku merasa Andi sangat beruntung. Dia bicara dengan pelan.

“ Dengar, Andi tak akan tahu. Maksudku, aku tak akan mengatakannya kalau Ayah juga menjaga rahasia. Dan bukan berarti aku menawarkan diriku pada setiap lelaki yang kutemui. Aku bukan wanita seperti itu dan aku bisa mengatur agar sering berkunjung kemari. Dan aku tahu Ayah menganggapku cukup menarik kan, sebab aku sering melihat Ayah memandangi pant*tku.”,

Aku tak mungkin menyangkalnya. Rika mungkin tak terlalu tinggi, tapi dia memiliki bongk*han pant*t yang indah diatas kedua kakinya.
“ Ya, kamu memang memiliki pant*t yang indah. Tapi itu bukan berarti kalau aku ingin bers*lingk*h dengan menantuku sendiri.”,

Dia berhenti sejenak, tapi Rika kelihatannya tak akan menyerah begitu saja.
“ Yah, tapi jangan lupa. “ Kalau Ayah mau… aku nggak menolak.”,
Dan itulah awal dari semua ini.

Seiring minggu yang berlalu, entah di sengaja atau tidak, dia seakan selalu berusaha untuk menggodaku, membuat put*ng sus*snya menyentuh d*d*ku saat dia menyerahkan bayinya padaku untuk ku gendong. Atau dia masukkan jarinya di mulutnya saat Andi tak melihat, dan mengh*sapnya dengan pandangan penuh kenikmatan ke arahku.

Suatu waktu dia duduk di lantai dengan kaki menyilang dan sedang bermain dengan bayinya, dia memandangku tepat di mata, tersenyum, dan menyentuh pangkal p*ha di balik celana jeansnya. Aku tak akan melupakan hal itu. Dan dia entah bagaimana selalu menemukan cara untuk berduaan denganku walaupun sesaat, dan dia memberiku c*uman singkat yang penuh ga*rah, tepat di bibir. Itu semua dilakukannya berulang-ulang.

“ Kalau Ayah mau… aku nggak menolak,”, dia berbisik di belakang Andi saat suaminya itu sedang memasukkan DVD pada player.
“ Kalau Ayah mau… aku nggak menolak,”, dia berbisik saat mendekat untuk menyodorkan minuman padaku.
“ Kalau Ayah mau… aku nggak menolak,”, dia membisikkannya setiap kali dia berpamitan.

Dan sekarang, aku bukanlah terbuat dari batu, dan aku tak akan bilang tingkah lakunya itu tidak memberikan pengaruh terhadapku. Rika sangat m*nis dan mungil, dan meskipun setelah melahirkan bayi pertamanya tak membuat tubuhnya berubah seperti kebanyakan wanita. Dia tetap langsing, dan m*nis, dan dia menawarkan dirinya untuk kumiliki.

Tapi aku tak akan memulai langkah pertama untuk tidur dengan menantuku sendiri, tak perduli semudah apapun itu. Setidaknya itulah yang tetap kukatakan pada diriku sendiri. Beberapa minggu yang lalu kami semua berkumpul di rumahku untuk melihat pertandingan bola. Aku mengambil beberapa kaleng minuman dan sedang berada di dapur untuk menyiapkan beberapa makanan ringan saat Rika muncul dari balik pintu itu.

“ Hai!”, sapanya, membuka pintu dan masuk ke dapur.
“ Ayah sudah siap untuk pertandingan nanti ? ”,
“ Hampir. Aku sedang membuat makanan untuk keluarga kecil kita, dan aku punya beberapa wortel untuk cucuku. Aku pikir dia akan suka dan warnanya sama dengan kesebelasan yang akan bertanding nanti, kan?

Rika tertawa dan berkata. “ Aku rasa dia tak akan perduli. Disamping itu bukankah ada hal lain yang lebih baik yang bisa Ayah kerjakan untukku ? ”,
“ Jangan menggodaku. Aku seorang kakek dan aku akan lakukan apa yang menurutku akan disukai oleh cucuku.”, aku memandangnya.

Rika berdiri di sana memakai bandana merah kesukaannya diatas rambutnya yang sebahu. Dia memakai kaos yang sedikit ketat yang bahkan tak sampai ke pinggangnya, dan pus*rnya mengedip padaku dibalik kaosnya. Kancing jeansnya membuatnya kelihatan seperti anak-anak diera bunga tahun 60an, dan dia memakai sandal dengan bagian bawah yang tebal yang menjadikannya lebih tinggi sepuluh centi.

Kuku kakinya dicat merah senada dengan lipstiknya, dan itu menjadi terlihat dengan sangat menarik dibalik denimnya. Dia selalu suka mengenakan perhiasan, dan dia memakainya pada leher, telinga, pergelangan tangan dan bahkan di jari kakinya.

Dia membuatku berandai-andai jika saja aku masih remaja, jadi aku dapat memacari gadis sepertinya. Mungkin suatu waktu nanti aku harus pergi ke kampus dan mencari gadis-gadis. Khayalanku terhenti saat menyadari kalau Andi dan bayinya tidak mengikutinya masuk.

“ Mana anggota keluargamu yang lainnya ? ”, aku bertanya ingin tahu.
“ Mereka akan segera datang. Andi pergi ke toko perkakas untuk membeli peralatan mesin cuci yang rusak. Dia ingin membawa serta anak-nya. Perjalanan ke toko perkakas yang pertama bersama Ayah’ kurasa yang dikatakannya padaku.”, dia tersenyum.

“ Apa Ayah mempermasalahkan saat pertama kalinya mengajak Andi ke toko perkakas ? ”,
“ Aku tak ingat,”, aku berkata dengan garing.
Rika mendekat padaku, dan menaruh tangannya melingkari leherku.
“ Ini kesempatan Ayah. Kalau Ayah mau… aku nggak menolak.”,

Rika memandangku tepat di mata dan mengangkat tubuhnya dan menc*umku lama dan l*ar. Aku ingin mendorongnya, tapi aku tak tahu dimana aku harus menaruh tanganku. Aku tak mau menyentuh pinggang tel*nj*ng itu, dan jika aku menaruh tanganku di d*d*nya aku pasti akan menyentuh put*ng sus*nya.

Saat aku masih terkejut dan bingung, aku temukan diriku menikmati c*umannya. Ini sudah terlalu lama, dan aku merasa telah lupa akan rasa lapar yang mulai tumbuh dalam diriku.Akhirnya aku menghentikan c*uman itu dan mundur dan melepaskan ta ngannya dari leherku.

“ Kita tak bisa melakukannya.”, aku mencoba menyampaikannya dengan lembut, tapi aku takut itu kedengaran seperti rajukan.
“ Ya kita bisa ” ucapnya,

Rika kembali menaruh lengannya di leherku dan mendorong bibirku ke arahnya. Ada ga*rah yang lebih lagi dalam c*uman kali ini, dan akhirnya penerimaanku. Kali ini saat kami berhenti, ada sedikit kekurangan udara diantara kami berdua, dan aku semakin merasa sedikit bimbang.

Rika memandangku dengan binar di matanya dan sebuah senyuman di bibirnya.
“ Ayah menginginkanku. Aku bisa merasakannya. Ayah tak mendapatkan wanita setahun belakangan ini, dan Ayah tak mempunyai tempat untuk melampiaskannya. Dan aku menginginkan Ayah. Jadi tunggu apa lagi…”,

Pada sisi ini aku tak mampu berkomentar. Aku menginginkannya. Tapi aku tak dapat men*duri menantuku, bisakah aku ? Tapi aku menginginkan dia. Aku merasa pertahananku melemah, dan saat Rika menc*umku lagi, aku jadi sedikit terkejut saat menyadari diriku membalas c*umannya dengan rakus.

“ Mmmmm. Itu lebih baik ”, katanya saat kami berhenti untuk mengambil nafas.
Rika menarik tangannya dari leherku dan mulai melepaskan kancing celanaku saat menc*umku kembali lalu dia mundur. Jadi dia bisa melihat saat dia melepaskan kancing jeansku, menurunkan resletingnya, dan merogoh ke dalam untuk mengeluarkan barangku. Aku terkejut saat terlihat jadi tampak lebih besar di genggaman tangannya yang kecil.

Setahun sudah tak disentuh oleh wanita , dan bereaksi dengan cepat, menjadi keras dan cairan pre-cumnya keluar saat dia meng*c*knya dengan lembut. Rika mundur dan duduk. Saat kepalanya turun, dia menempatkan bib*rnya di pangkal Torp*doku yang basah.

“ Aku rasa aku menyukai bentuknya,”, bisiknya sambil menatap mataku.
Lalu kemudian dia membuka mulutnya dan dengan perlahan memasukkan Torp*doku ke dalam mulutnya. Ke dalam dan lebih dalam lagi Torp*doku masuk dalam mulutnya yang lembut, hangat dan basah, dan aku merasa berada di dalam kew*nit*an yang basah dan kenyal saat lidahnya menari di Torp*doku. Akhirnya aku merasa telah berada sedalam yang aku mampu.

Bib*rnya yang menyentuh bulu kejt*n*nku dan kepala Torp*doku berada entah di mana jauh di tenggorokannya. Torp*doku tanpa terasa mengejang, dan pinggangku bergerak berlawanan arah dengannya, dan bersiap untuk meny*tub*hi wajahnya. Tapi Rika perlahan menjauhkan mulutnya dariku, menimbulkan suara seperti sedang mengemut permen.

Saat dia bangkit untuk menc*umku lagi, aku mengarahkan tanganku diantara p*hanya. Aku gosok jeansnya dan dia menggeliat karenanya.
“ Mmmm, itu pasti nikmat,”, katanya.
“ Tapi biar aku membuatnya jadi lebih mudah.”,

Rika melepaskan kancing celananya dan menurunkan resletingnya, memperlihatkan cel*na d*lam katunnya yang bergambar beruang kecil. Diturunkannya celananya dan melepaskannya dari tubuhnya. Kami melihat ke bawah pada area gelap dibawah sana dimana kew*nit*annya bersembunyi, dan kemudian aku sentuh perutnya yang kencang dan terus menurunkan cel*na d*lamnya.

Rika meng*rang dalam kenikmatan saat tanganku mencapai sasarannya dibalik cel*na d*lamnya. Kew*n*taannya serasa selembut pant*t bayi, dan aku sadar kalau dia pasti telah mencukurnya sebelum kemari. Terasa basah dan licin oleh cairan kew*nit*annya dan membuatku kagum karena itu tak menimbulkan bekas basah di luar jeansnya.

Saat tanganku menyelinap dibalik bibir kew*nit*annya dan menyentuh kl*torisnya yang mengeras, dia memejamkan matanya dan menekan berlawanan arah dengan jariku. Rika menaruh salah satu tangannya di leherku dan mendorong kami untuk sebuah c*uman int*nsif berikutnya sedangkan tangannya yang lain meng*c*k Torp*doku dan tanganku terus bergerak dalam lub*ng basahnya.

Saat kami berhenti untuk bernafas, Rika mundur dan mengatakan sesuatu yang mengejutkan,
“ Andi datang.”, Aku segera melepasnya dan menuju jendela.
Ya, mobil Andi terlihat di jalan sedang menuju kemari.

Rika pasti melihatnya dari balik bahuku saat kami saling menc*mb*i leher. Tiba-tiba perasaan bersalah datang menerkam karena hampir saja ketahuan. Aku tak percaya apa yang hampir saja kami lakukan. Dengan tergesa-gesa aku kenakan kemabali celanaku, tapi Rika menghentikanku dan menangkap tanganku dan melanjutkan koc*kannya.

“ Hei, tidak boleh. Tak semudah itu Ayah boleh mengakhirinya. Aku telah menunggu terlalu lama untuk ini.”,
“ Tapi Andi hampir datang! Dia akan melihat kita!”,
Rika mengeluarkan Torp*doku dan berjalan ke arah meja dapur.

“ Ini perjanjiannya,”, katanya.
“ Aku tak akan mengadu pada Andi tentang apa yang baru saja kita lakukan kalau Ayah dapat dapat mengeluarkan seluruh sp*rma Ayah dalam kew*nit*anku sebelum dia sampai kemari.”, Sambil berkata begitu, dia menurunkan celananya hingga lutut dan membungkuk di meja itu.

“ Dia segera datang!”, hampir saja aku teriak.
“ Tidak.”, Rika membentangkan kakinya sejauh celananya memungkinkan untuk itu dan dia memandangku lewat bahunya.
“ Dia harus menggendong bayi dan mengeluarkan semua barangnya. Biasanya dia memerlukan beberapa menit. Sekarang kemarilah dan set*b*hi aku.”,

Rika telah tel*nj*ng dari pinggang hingga kaki, dan dia memohon padaku agar segera memasukkan diriku dalam tubuhnya. Aku menatap dua lub*ng yang mengundang itu. Pant*tnya begitu kencang dan aku tak terusik saat melihat lub*ng an*snya yang berkerut kemerahan, dan di bawahnya, bib*r kew*nit*annya yang merah, terlihat mengkilap basah.

Kakinya tak sejenjang model, tapi lebih kecil dan terasa pas, dan aku membayangkan berc*nta dengannya beberapa jam.Tangannya bergerak kebelakang diantara p*hanya dan menempatkan tangannya pada kew*nit*annya. Dengan dua jarinya dilebarkannya bib*r kew*nit*annya hingga terbuka, dan aku dapat melihat lub*ng merah mudanya mengundang Torp*doku agar segera masuk.

“ Ayo,”, katanya.
“ Ambil aku.”,

Aku tak tahu apa dia sedang bercanda saat mengatakannya. Andi atau bukan, rangs*ngan ini lebih dari cukup untuk mereguk b*r*hinya. Aku melangkah ke belakang menantuku dan menempatkan Torp*doku di kew*nit*annya. Saat aku mendorong Torp*doku melewati lub*ng surganya yang sempit.

Saat itu aku dapat merasakan jari Rika menahan bibir madunya agar tetap terbuka. Lalu dia melenguh saat aku memegang pinggangnya dan memasukkan diriku padanya. Rika telah sangat basah hingga aku dengan mudah melewati kew*nit*an mudanya yang sempit.

Aku mulai mengayunkan barangku di dalamnya, sebagian didorong oleh n*fsu akan tubuh mengga*rahkannya dan sebagian oleh rasa takut jika Andi memergoki kami. Rika meng*rang, dan aku dapat merasakan jarinya menggosok kel*nt*t dan bib*r kew*nit*annya sendiri.

Nafasnya mulai tersengal, dan setelah beberapa goyangan dariku, dia segera org*sme. Suara rengekan pelan keluar dari bib*rnya saat dia mencengkeram pinggiran meja dengan kuat, dan letupan org*smenya menggoncang kami berdua saat aku menghentaknya. Itu cukup untuk menghantarku.

Aku tak berhubungan dengan wanita dalam setahun ini, dan aku belum pernah mendapatkan yang sepanas Rika. Aku menahan nafas dan mendorong seluruh kel*ki-l*kianku ke dalam dirinya. Kami mematung, dan kemudian sp*rmaku menyemprot dengan hebat jauh di dalam surganya. Serasa aku telah mengguyurnya dengan sp*rma yang panas dan berlebih.

Dia meng*rang dalam nikmat, menggetarkan pant*tnya di seputar Torp*doku saat aku mengosongkan persediaan ben*hku. Dia melemah seiring dengan habisnya sp*rmaku, dan kami akhirnya berhenti bergerak, kecuali untuk mengambil nafas. Takut Andi akan datang sebelum kami sempat melepaskan diri, aku keluarkan diriku dari tubuhnya dengan bunyi plup yang basah.

Lalu mundur menjauh dan mengenakan celanaku. Rika masih tetap berbaring tertelungkup di atas meja merasakan kehangatan campuran cairan b*r*hi kami, pant*t tel*nj*ngnya masih tetap memanggilku. Aku lihat sp*rmaku dan cairannya mulai meleleh keluar dari bib*r surganya.

Aku palingkan muka dan melihat Andi hampir sampai di pintu belakang, bayi di tangan yang satu dan belanjaan di tangan lainnya. Kemudian aku berbalik dan memohon pada Rika.
“ Ayolah!”, kataku.
“ Kamu telah dapatkan keinginanmu. Dia hampir sampai kemari.”,

Rika bangkit, tatapan matanya masih kelihatan linglung. Dia bergerak ke depanku, menjadikanku sebagai penghalang dari pandangan suaminya saat dia dengan tergesa-gesa memakai celananya.
“ Apa kalian sudah siap untuk pertandingannya ? ”, tanya Andi sambil membuka pintu.

“ Ya,”, aku menjawab dari balik punggungku saat aku diam untuk menghalangi Rika yang menaikkan resletingnya.
Setelah dia selesai, aku segera berbalik untuk menyambut Andi.
“ Ini,”, katanya, menyodorkan bayinya padaku dan meletakkan belanjaannya diatas meja dapur.

“ Urus ini, aku akan mengambil popok bayi.”, Andi melangkah ke pintu yang masih terbuka, dan aku menghampiri Rika. Dia masih terlihat sedikit linglung.
“ Hampir saja,”, kataku.

“ Sini, biar aku yang menggendongnya.”,
Aku berikan bayinya. Rika memberiku pemandangan seraut wajah dari seorang wanita yang puas sehabis bers*tubuh, dan memberiku c*uman hangat yang basah.

“ Masih ada satu hal lagi yang harus kuketahui,”,katanya.
“ Apa itu ? ”,
” Kalau aku ingin, bisakah aku mendapatkannya besok? “,

Tanpa menunggu jawabanku Rika menantuku itu-pun beranjak pergi begitu saja, seakan dia mengganggap aku akan mau lagi jika diajak dia untuk mengulang hal yang seperti baru saja kami lakukan. Entah ini sebuah kebahagian karena aku bisa mendapatkan kepuasan s*xs, ataukah ini awal dari kehancuranku ?. Entah sampai kapan ini akan terjadi. Maafkan ayahmu ini anakku Andi.