Saudara Tiri: Momen Tak Terduga di Saat Rumah Kosong

Posted on

Saudara Tiri: Momen Tak Terduga di Saat Rumah Kosong

Sudah dua tahun berlalu aku dan ibuku hidup bersama dengan ayah dan adik tiriku, Agung, yang umurnya tiga tahun lebih muda dariku. Kehidupan kami berjalan normal seperti layaknya keluarga bahagia. Aku pun yang saat itu sudah di semester enam kuliahku, diterima bekerja sebagai teller di sebuah bank swasta nasional papan atas.

Meskipun aku belum selesai kuliah, namun berkat penampilanku yang menarik dan keramah-tamahanku, aku bisa diterima di situ, sehingga aku pun berhak mengenakan pakaian seragam baju atas berwarna putih agak krem, dengan blazer merah yang sewarna dengan rokku yang ujungnya sedikit di atas lutut. Sampai suatu saat, tiba-tiba ibuku terkena serangan jantung.

Setelah diopname selama dua hari, ibuku wafat meninggalkan aku. Rasanya seperti langit runtuh menimpaku saat itu. Sejak itu, aku hanya tinggal bertiga dengan ayah tiriku dan Agung. Sepeninggal ibuku, sikap Agung dan ayahnya mulai berubah. Mereka berdua beberapa kali mulai bersikap kurang ajar terhadapku, terutama Agung.

Bahkan suatu hari saat aku ketiduran di sofa karena kecapaian bekerja di kantor, tanpa kusadari ia memasukkan tangannya ke dalam rok yang kupakai dan mer*ba p*ha dan selangk*nganku. Ketika aku terjaga dan memarahinya, Agung malah mengancamku. Kemudian ia bahkan melepaskan cel*na d*lamku. Tetapi untung saja, setelah itu ia tidak berbuat lebih jauh.

Ia hanya memandangi kew*nita*nku yang belum banyak ditumbuhi bulu sambil menelan air liurnya. Lalu ia pergi begitu saja meninggalkanku yang langsung saja merapikan pakaianku kembali. Selain itu, Agung sering kutangkap basah mengintip tubuhku yang b*gil sedang mandi melalui lubang angin kamar mandi. Aku masih berlapang dada menerima segala perlakuan itu.

Pada saat itu aku baru saja pulang kerja dari kantor. Ah, rasanya hari ini lelah sekali. Tadi di kantor seharian aku sibuk melayani nasabah-nasabah bank tempatku bekerja yang menarik uang secara besar-besaran. Entah karena apa, hari ini bank tempatku bekerja terkena rush. Ingin rasanya aku langsung mandi. Tetapi kulihat pintu kamar mandi tertutup dan sedang ada orang yang mandi di dalamnya.

Kubatalkan niatku untuk mandi. Kupikir sambil menunggu kamar mandi kosong, lebih baik aku berbaring dulu melepaskan penat di kamar. Akhirnya setelah melepas sepatu dan menanggalkan blazer yang kukenakan, aku pun langsung membaringkan tubuhku tengkurap di atas kasur di kamar tidurnya. Ah, terasa nikmatnya tidur di kasur yang demikian empuknya.

Tak terasa, karena rasa kantuk yang tak tertahankan lagi, aku pun tertidur tanpa sempat berubah posisi. Aku tak menyadari ada seseorang membuka pintu kamarku dengan perlahan-lahan, hampir tak menimbulkan suara. Orang itu lalu dengan mengendap-endap menghampiriku yang masih terlelap. Kemudian ia naik ke atas tempat tidur.

Tiba-tiba ia menindih tubuhku yang masih tengkurap, sementara tangannya meremas-remas bel*han pant*tku. Aku seketika itu juga bangun dan meronta-ronta sekuat tenaga. Namun orang itu lebih kuat, ia melepaskan rok yang kukenakan. Kemudian dengan secepat kilat, ia menyelipkan tangannya ke dalam cel*na d*lamku. Dengan ganasnya, ia meremas-remas gumpalan pant*tku yang montok.

Aku semakin memberontak sewaktu tangan orang itu mulai mempermainkan bibir kew*nita*nku dengan ahlinya. Sekali-sekali aku mendelik-delik saat jari telunjuknya dengan sengaja berulang kali menyentil-nyentil klit*risku. “Aahh! Jangaann! Aaahh…!” aku berteriak-teriak keras ketika orang itu menyodokkan jari telunjuk dan jari tengahnya sekaligus ke dalam kew*nita*nku yang masih sempit itu, setelah cel*na d*lamku ditanggalkannya.

Akan tetapi ia mengacuhkanku. Tanpa mempedulikan aku yang terus meronta-ronta sambil menjerit-jerit kesakitan, jari-jarinya terus-menerus merambahi l*bang kenikmatanku itu, semakin lama semakin tinggi intensitasnya. Aku bersyukur dalam hati waktu orang itu menghentikan perbuatan gilanya. Akan tetapi tampaknya itu tidak bertahan lama.

Dengan hentakan kasar, orang itu membalikkan tubuhku sehingga tertelentang menghadapnya. Aku terperanjat sekali mengetahui siapa orang itu sebenarnya.
“Agung… Kamu…” Agung hanya menyeringai buas.
“Eh, Nan. Sekarang elu boleh berteriak-teriak sepuasnya, tidak ada lagi orang yang bakalan menolong elu. Apalagi si nenek tua itu sudah mampus!”

Astaga Agung menyebut ibuku, ibu tirinya sendiri, sebagai nenek tua. K*parat.
“Agung! Jangan, Agung! Jangan lakukan ini! Gue kan kakak elu sendiri! Jangan!”
“Kakak? Denger, Nan. Gue tidak pernah nganggap elu kakak gue. Siapa suruh elu jadi kakak gue. Yang gue tau cuma papa gue kawin sama nenek tua, mama elu!”

“Agung!”
“Elu kan cewek, Nan. Papa udah ngebiayain elu hidup dan kuliah. Kan tidak ada salahnya gue sebagai anaknya ngewakilin dia untuk meminta imbalan dari elu. Bales budi dong!”
“Iya, Agung. Tapi bukan begini caranya!”

“Heh, yang gue butuhin cuman tubuh molek elu, tidak mau yang lain. Gue tidak mau tau, elu mau kasih apa tidak!”
“Errgh…” Aku tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Mulut Agung secepat kilat memagut mulutku. Dengan memaksa ia melumat bibirku yang merekah itu, membuatku hampir tidak bisa bernafas.

Aku mencoba meronta-ronta melepaskan diri. Tapi cekalan tangan Agung jauh lebih kuat, membuatku tak berdaya. “Akh!” Agung kesakitan sewaktu kugigit lidahnya dengan cukup keras. Tapi, “Plak!” Ia menampar pipiku dengan keras, membuat mataku berkunang-kunang. Kugeleng-gelengkan kepalaku yang terasa seperti berputar-putar.

Tanpa mau membuang-buang waktu lagi, Agung mengeluarkan beberapa utas tali sepatu dari dalam saku celananya. Kemudian ia membentangkan kedua tanganku, dan mengikatnya masing-masing di ujung kiri dan kanan tempat tidur. Demikian juga kedua kakiku, tak luput diikatnya, sehingga tubuhku menjadi terpentang tak berdaya diikat di keempat arah.

Oleh karena kencangnya ikatannya itu, tubuhku tertarik cukup kencang, membuat dadaku tambah tegak membusung. Melihat pemandangan yang indah ini membuat mata Agung tambah menyalang-nyalang bern*fsu. Tangan Agung mencengkeram kerah blus yang kukenakan. Satu persatu dibukanya kancing penutup blusku. Setelah kancing-kancing blusku terbuka semua, ditariknya blusku itu ke atas.

Kemudian dengan sekali sentakan, ditariknya lepas tali pengikat B*-ku, sehingga b*ah d*d*ku yang membusung itu terhampar bebas di depannya.
“Wow! Elu punya t*ket bagus gini kok tidak bilang-bilang, Nan! Auum!” Agung langsung melahap b*ah d*d*ku yang ranum itu. Gelitikan-gelitikan lidahnya pada ujung put*ng s*s*ku membuatku menggerinjal-gerinjal kegelian.

Tapi aku tidak mampu berbuat apa-apa. Semakin keras aku meronta-ronta tampaknya ikatan tanganku semakin kencang. Sakit sekali rasanya tanganku ini. Jadi aku hanya membiarkan b*ah d*d* dan put*ng s*s*ku dil*mat Agung sebebas yang ia suka. Aku hanya bisa menengadahkan kepalaku menghadap langit-langit, memikirkan nasibku yang sial ini.

“Aaarrghh… Agung! Jangaannn..!” Lamunanku buyar ketika terasa sakit di selangk*nganku. Ternyata Agung mulai mengh*jamkan kem*luannya ke dalam kew*nita*nku. Tambah lama bertambah cepat, membuat tubuhku tersentak-sentak ke atas. Melihat aku yang sudah tergeletak pasrah, memberikan rangs*ngan yang lebih hebat lagi pada Agung.

Dengan sekuat tenaga ia menambah dorongan kem*luannya masuk-keluar dalam kew*nita*nku. Membuatku meronta-ronta tak karuan. “Urrgh…” Akhirnya Agung sudah tidak dapat menahan lagi gejolak n*fsu di dalam tubuhnya. Kem*luannya menyemprotkan cairan-cairan putih kental di dalam kew*nita*nku. Sebagian berceceran di atas sprei sewaktu ia mengeluarkan kem*luannya, bercampur dengan darah yang mengalir dari dalam kew*nita*nku, menandakan sel*put daraku sudah robek olehnya.

Karena kelelahan, tubuh Agung langsung tergolek di samping tubuhku yang bermandikan keringat dengan nafas terengah-engah.
“Braak!” Aku dan Agung terkejut mendengar pintu kamar terbuka ditendang cukup keras. Lega hatiku melihat siapa yang melakukannya.
“Papa!”

“Agung! Apa-apa sih kamu ini?! Cepat kamu bebaskan Sinan!”
Ah, akhirnya neraka jahanam ini berakhir juga, pikirku. Agung mematuhi perintah ayahnya. Segera dibukanya seluruh ikatan di tangan dan kakiku. Aku bangkit dan segera berlari menghambur ke arah ayah tiriku.

“Sudahlah, Nan. Maafin Agung ya. Itu kan sudah terjadi”, kata ayah tiriku menenangkan aku yang terus menangis dalam dekapannya.
“Tapi, Pa. Gimana nasib Sinan? Gimana, Pa? Aaahh… Papaa!” tangisanku berubah menjadi jeritan seketika itu juga tatkala ayah tiriku mengangkat tubuhku sedikit ke atas kemudian ia mengh*jamkan kem*luannya yang sudah dikeluarkannya dari dalam celananya ke dalam kew*nita*nku.

“Aaahh… Papaa… Jangaaan!” Aku meronta-ronta keras. Namun dekapan ayah tiriku yang begitu kencang membuat rontaanku itu tidak berarti apa-apa bagi dirinya. Ayah tiriku semakin ganas menyodok-nyodokkan kem*luannya ke dalam kew*nita*nku. Ah! Ayah dan anak sama saja, pikirku, begitu teganya mereka menyet*buhi anak dan kakak tiri mereka sendiri.

Aku menjerit panjang kesakitan sewaktu Agung yang sudah bangkit dari tempat tidur memasukkan kemaluannya ke dalam lubang an*sku. Aku merasakan rasa sakit yang hampir tak tertahankan lagi. Ayah dan kakak tiriku itu sama-sama menghunjam tubuhku yang tak berdaya dari kedua arah, depan dan belakang. Akibat kelelahan bercampur dengan kesakitan yang tak terhingga akhirnya aku tidak merasakan apa-apa lagi, tak sadarkan diri.

Aku sudah tidak ingat lagi apakah Agung dan ayahnya masih mengag*hiku atau tidak setelah itu. Beberapa bulan telah berlalu. Aku merasa mual dan berkali-kali muntah di kamar mandi. Akhirnya aku memeriksakan diriku ke dokter. Ternyata aku dinyatakan positif hamil. Hasil diagnosa dokter ini bagaikan gada raksasa yang menghantam wajahku.

Aku mengandung? Kebingungan-kebingungan terus-menerus menyelimuti benakku. Aku tidak tahu secara pasti, siapa ayah dari anak yang sekarang ada di kandunganku ini. Ayah tiriku atau Agung. Hanya mereka berdua yang pernah menyetub*hiku. Aku bingung, apa status anak dalam kandunganku ini. Yang pasti ia adalah anakku. Lalu apakah ia juga sekaligus adikku alias anak ayah tiriku? Ataukah ia juga sekaligus keponakanku sebab ia adalah anak adik tiriku sendiri?,,,,,,,,,,,,,,

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *