Sentuhan Hangat Wanita Pamanku

Posted on

Sentuhan Hangat Wanita Pamanku

Kisah ini terjadi kira-kira 1 tahun yang lalu, tapi setiap kali aku membayangkannya, seolah-olah baru saja terjadi kemarin peristiwa yang sangat indah ini. Aku mempunyai seorang paman yang belum menikah. Pamanku ini bisa dibilang rada telat untuk menikah karena waktu itu ia berusia 40 tahun.

Hal ini disebabkan karena pamanku adalah pengusaha kaya tapi ia terlalu cerewet dalam memilih pendamping hidupnya. Sebenarnya ia telah banyak diperkenalkan dengan wanita-wanita muda oleh keluargaku, tetapi tetap ia bilang inilah itulah, tidak ada yang cocok dengan matanya, katanya.

Sampai pada suatu saat, ketika aku kebetulan sedang bertamu ke rumahnya, datang teman pamanku dengan seorang wanita yang sangat cantik dan Siska, semampai, langsing, pokoknya kalau menurut saya, layak dikirim untuk jadi calon miss universe.

Kemudian kami diperkenalkan dengannya, wanita itu bernama Siska, ternyata namanya pas sekali dengan wajahnya yang memang Siska itu. Ia berusia 24 tahun dan saat itu ia bekerja sebagai sekretaris di perusahaan teman pamanku itu.

Kemudian kami bercakap-cakap, ternyata Siska memang enak untuk diajak ngobrol. Dan aku melihat sepertinya pamanku tertarik sekali dengannya, karena aku tahu matanya tidak pernah lepas memandang wajah Siska. Tapi tidak demikian halnya dengan Siska.

Siska lebih sering memandangku, terutama ketika aku berbicara, tatapannya dalam sekali, seolah-olah dapat menembus pikiranku. Aku mulai berpikir jangan-jangan Siska lebih menyukaiku. Tapi aku tidak dapat berharap banyak, soalnya bukan aku yang hendak dijodohkan.

Tapi aku tetap saja memandangnya ketika ia sedang berbicara, kupandangi dari ujung rambut ke kaki, rambutnya panjang seperti gadis di iklan sampo, kulitnya putih bersih, kakinya juga putih mulus, tapi sepertinya d*d*nya agak rata, tapi aku tidak terlalu memikirkannya.

Tidak terasa hari sudah mulai malam. Kemudian sebelum mereka pulang, pamanku mentraktir mereka makan di sebuah restoran chinese food di dekat rumahnya di daerah Sunter. Ketika sampai di restorant tersebut, aku langsung pergi ke WC dulu karena aku sudah kebelet.

Sebelum aku menutup pintu, tiba-tiba ada tangan yang menahan pintu tersebut. Ternyata adalah Siska.
“Eh, ada apa Yu?”
“Enggak, gua pengen kasih kartu nama gua, besok jangan lupa telpon gua, ada yang mau gua omongin, oke?”

“Kenapa enggak sekarang aja?”
“Jangan, ada paman elu, pokoknya besok jangan lupa.”
Setelah acara makan malam itu, aku pun pulang ke rumah dengan seribu satu pertanyaan di otakku, apa yang mau diomongin sama Siska sih.

Tapi aku tidak mau pikir panjang lagi, lagipula nanti aku bisa-bisa susah tidur, soalnya kan besok harus masuk kerja. Besoknya saat istirahat makan siang, aku meneleponnya dan bertanya langsung padanya.
“Eh, apa sih yang mau elu omongin, gua penasaran banget?”
“Eee, penasaran ya, Tom?”
“Iya lah, ayo dong buruan!”

“Eh, slow aja lagi, n*psu amet sih elu.”
“Baru tahu yah, n*psu gua emang tinggi.”
“N*psu yang mana nih?” Siska sepertinya memancingku.
“Napsu makan dong, gua kan belum sempat makan siang!”

Aku sempat emosi juga rasanya, sepertinya ia tidak tahu aku ini orang yang sangat menghargai waktu, terutama jam makan siang, soalnya aku sambil makan dapat sekaligus main internet di tempat kerjaku, karena saat itu pasti bosku pergi makan keluar, jadi aku bebas surfing di internet, gratis lagi.

“Yah udah, gua cuma mau bilang bisa enggak elu ke apartment gua sore ini abis pulang kerja, soalnya gua pengen ngobrol banyak sama elu.”
Aku tidak habis pikir, nih orang kenapa tidak bilang kemarin saja.
Lalu kataku, “Kenapa enggak kemarin aja bilangnya?”
“Karena gua mau kasih surprise buat elu.” katanya manja.
“Ala, gitu aja pake surprise segala, yah udah entar gua ke tempat elu, kira-kira jam 6, alamat elu di mana?”

Lalu Siska bilang, “Nih catet yah, apartment XX (edited), lantai XX (edited), pintu no. XX (edited), jangan lupa yah!”
”Oke deh, tunggu aja nanti, bye!”
“Bye-bye Tom.”

Ketika aku masuk, aku langsung terpana dengan apa yang ada di dalamnya, kulihat temboknya berbeda dengan tembok rumah orang-orang pada umumnya, temboknya dilukis dengan gambar-gambar pemandangan di luar negeri. Dia sepertinya orang yang berjiwa seniman, pikirku.

Tapi hebat juga kalau cuma kerja sebagai sekretaris mampu menyewa apartment. Jangan-jangan ini cewek simpanan, pikirku. Sambil aku berkeliling, Siska berkata,
“Mau minum apa Tom?”

“Apa saja lah, asal bukan racun.” kataku bercanda.
“Oh, kalau gitu nanti saya campurin obat tidur deh.” kata Siska sambil tertawa.
Sementara ia sedang membuat minuman, mataku secara tidak sengaja tertuju pada rak VCD-nya, ketika kulihat satu

Aku tersentak ketika ia ngomong seperti itu, lalu kubilang, “Apa gua enggak salah denger nih..?”
Lalu katanya, “Kalo elu merasa salah denger, yah gua setelin aja sekarang deh..!”

Lalu ia pun mengambil sembarang film kemudian disetelnya. Wah, gila juga nih cewek, pikirku, apa ia tidak tahu kalau aku ini laki-laki, baru kenal sehari saja, sudah seberani ini.
“Duduk sini Tom, jangan bengong aja, khan udah gua bilang anggap aja rumah sendiri..!” kata Siska sambil menepuk sofa menyuruhku duduk.

Kemudian aku pun duduk dan nonTom di sampingnya, agak lama kami terdiam menyaksikan film panas itu, sampai akhirnya aku pun buka mulut,
“Eh Yu, tadi di telpon elu bilang mau ngomong sesuatu, apa sih yang mau elu ngomongin..?”

Siska tidak langsung ngomong, tapi ia kemudian menggenggam jemariku, aku tidak menyangka akan tindakannya itu, tapi aku pun tidak berusaha untuk melepaskannya. Agak lama kemudian baru ia ngomong, pelan sekali,

“Elu tau Tom, sejak kemarin bertemu, kayaknya gua merasa pengen menatap elu terus, ngobrol terus. Tom, gua suka sama elu.”
“Tapi khan kemarin elu dikenalkan ke Paman gua, apa elu enggak merasa kalo elu itu dijodohin ke Paman gua, apa elu enggak lihat reaksi Paman gua ke elu..?”

“Iya, tapi gua enggak mau dijodohin sama Paman elu, soalnya umurnya aja beda jauh, gua pikir-pikir, kenapa hari itu bukannya elu aja yang dijodohin ke gua..?” kata Siska sambil mendesah.

Aku pun menjawab, “Gua sebenarnya juga suka sama elu, tapi gua enggak enak sama Paman gua, entar dikiranya gua kurang ajar sama yang lebih tua.”

Siska diam saja, demikian juga aku, sementara itu film semakin bertambah panas, tapi Siska tidak melepaskan genggamannya. Lalu secara tidak sadar otak p*rnoku mulai bekerja, soalnya kupikir sekarang kan tidak ada orang lain ini.

Lalu mulai kuusap-usap tangannya, lalu ia menoleh padaku, kutatap matanya dalam-dalam, sambil berkata dengan pelan, “Siska, gua cinta elu.” Ia tidak menjawab, tapi memejamkan matanya. Kupikir ini saatnya, lalu pelan-pelan kukecup bibirnya sambil l*dahku menerobos bertemu l*dahnya.

Siska pun lalu membalasnya sambil memelukku erat-erat. Tanganku tidak tinggal diam berusaha untuk mer*ba-r*ba buah d*d*nya, ternyata agak besar juga, walaupun tidak sebesar punyanya bintang film p*rn*. Siska menggeliat seperti cacing kepanasan, mend*sah-d*sah menikmati rangs*ngan yang diterima pada buah d*d*nya.

Kemudian aku berusaha membuka satu persatu kancing bajunya, lalu kuremas-remas pSiskadara yang masih terbungkus BRA itu.
“Aaahh, buka aja B*-nya Tom, cepat.., oohh..!”
Kucari-cari pengaitnya di belakang, lalu kubuka.

Wah, ternyata lumayan juga, masih padat dan kencang, walaupun tidak begitu besar. Langsung kusedot-sedot put*ngnya seperti anak bayi kehausan.
“Esshh.. ouwww.. aduhh.. Tom.. nikmat sekali l*dahmu.., teruss..!”
Setelah bosan dengan pSiskadaranya, lalu kubuka seluruh pakaiannya sampai b*gil total. Ia juga tidak mau kalah, lalu melepaskan semua yang kukenakan. Untuk sesaat kami saling berpandangan mengagumi keindahan masing-masing.

Lalu ia menarik tanganku menuju ke kamarnya, tapi aku melepaskan pegangannya lalu menggendongnya dengan kedua tanganku.
“Aouww Tom, kamu romantis sekali..!” katanya sambil kedua tangannya menggelSiskat manja melingkari leherku.

Kemudian kuletakkan Siska pelan-pelan di atas ranjangnya, lalu aku menindih tubuhnya dari atas, untuk sesaat mulut kami saling p*gut mem*gut dengan mesranya sambil berpelukan erat. Lalu mulutku mulai turun ke buah d*d*nya, kuj*lat-j*lat dengan lembut, Siska mend*sah-d*sah nikmat.

Tidak lama aku bermain di d*d*nya, mulutku pelan-pelan mulai menj*lati turun ke perutnya, Siska menggeliat kegelian.
“Aduh Tom, elu ngerjain gua yah, awas elu nanti..!”
“Tapi elu suka khan? Geli-geli nikmat..!”

“Udah ah, j*lati aja m*m*k gua Tom..!”
“Oke boss.., siap laksanakan perintah..!”
Langsung saja kubuka p*ha lebar-lebar, tanpa menunggu lagi langsung saja kuj*lat-j*lat kl*torisnya yang sebesar kacang kedele.

Siska menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan liar seakan-akan tidak mau kalah dengan permainan l*dahku ini.
“Oohh esshh aaouuw uuhh teeruss.., lebih dalemm, oohh.. nikmat sekali..!”

Agak lama juga aku bermain di kl*torisnya sampai-sampai terlihat banjir di sekitar v*ginanya.
“Tom, masukkin aja t*tit elu ke lobang gua, gua udah enggak tahan lagi..!”

Dengan segera kuposisikan diriku untuk menembus kem*luannya, tapi ketika kutekan ujung pen*sku, ternyata tidak mau masuk. Aku baru tahu ternyata dia masih perawan.

“Siska, apa elu tidak menyesal perawan elu gua tembus..?”
“Tom, gua rela kalau elu yang ngambil perawan gua, bagi gua di dunia ini cuma ada kita berdua aja.”

Tanpa ragu-ragu lagi langsung kutusuk pen”sku dengan kuat, rasanya seperti ada sesuatu yang robek, mungkin itu perawannya, pikirku. “Aduh sakit Tom, tahan dulu..!” katanya menahan sakit.

Aku pun diam sejenak, lalu kuc*um mulutnya untuk meredakan rasa sakitnya. Beberapa menit kemudian ia ter*ngsang lagi, lalu tanpa buang waktu lagi kutekan pant*tku sehingga b*tang kem*luanku masuk semuanya ke dalam lubangnya.

“Pelan-pelan Tom, masih sakit nih..!” katanya meringis.
Kugoyangkan pinggulku pelan-pelan, lama kelamaan kulihat dia mulai ter*ngsang lagi. Lalu gerakanku mulai kupercepat sambil menyedot-nyedot put*ng s*s*nya. Kulihat Siska sangat menikmati sekali permainan ini.

Tidak lama kemudian ia mengejang, “Tom, aa.. akuu.. mau keluarr.., teruss.. terus.., aahh..!”
Aku pun mulai merasakan hal yang sama, “Yu, aku juga mau keluar, di dalam atau di luar..?”

“Keluarin di dalem aja Sayang.. ohh.. aahh..!” katanya sambil kedua p*hanya mulai dijepitkan pada pinggangku dan terus menggoyangkan pant*tnya.
Tiba-tiba dia menjerit histeris, “Oohh.. sshh.. sshh.. sshh..”

Ternyata dia sudah keluar, aku terus menggenjot pant*tku semakin cepat dan keras hingga menyentuh ke dasar liang sengg*manya.
“Sshh.. aahh..” dan, “Aagghh.. crett.. crett.. creet..!”

Kutekan pant*tku hingga b*tang kej*ntananku menempel ke dasar liang kenikmatannya, dan keluarlah sp*rmaku ke dalam liang surganya. Saat terakhir air man*ku keluar, aku pun merasa lemas.

Walaupun dalam keadaan lemas, tidak kucabut b*tang kem*luanku dari liangnya, melainkan menaikkan lagi kedua p*hanya hingga dengan jelas aku dapat melihat bagaimana r*dalku masuk ke dalam sarangnya yang dikelilingi oleh bulu kem*luannya yang menggoda.

Kubelai bulu-bulu itu sambil sesekali menyentuh kl*torisnya.
“Sshh.. aahh..!” hanya desisan saja yang menjadi jawaban atas perlakuanku itu. Setelah itu kami berdua sama-sama lemas. Kami saling berpelukan selama kira-kira satu jam sambil meraba-raba.

Lalu ia berkata kepadaku, “Tom, mudah-mudahan kita bisa bersatu seperti ini Tom, gua sangat sayang pada elu.”
Aku diam sejenak, lalu kubilang begini, “Gua juga sayang elu, tapi elu mesti janji tidak boleh meladeni paman gua kalo dia nyari-nyari elu.”
“Oke boss, siap laksanakan perintah..!” katanya sambil memelukku lebih erat.
Sejak saat itu, kami menjadi sangat lengket, tiap malam minggu selalu kami bertingkah seperti suami istri. Tidak hanya di apartmentnya, kadang aku datang ke tempat kerjanya dan melakukannya bersama di WC, tentu saja setelah semua orang sudah pulang.

Kadang ia juga ke tempat kerjaku untuk minta jatahnya. Katanya pamanku sudah tidak pernah mencarinya lagi, soalnya tiap kali Siska ditelpon, yang menjawabnya adalah mesin penjawabnya, lalu tak pernah dibalas Siska, mungkin akhirnya pamanku jadi bosan sendiri.

Aku dan ia sering jalan-jalan ke Mal-Mal, untungnya tidak pernah bertemu dengan pamanku itu. Sampai saat ini aku masih jalan bersama, tapi ketika kutanya sampai kapan mau begini, ia tidak menjawabnya. Aku ingin sekali menikahinya, tapi sepertinya ia bukan tipe cewek yang ingin punya keluarga. Tapi lama-lama kupikir, tidak apalah, yang penting aku dapat enaknya juga.